Cari Blog Ini

Rabu, 07 Desember 2011

contoh makalah sistem imun

dedi



PENDAHULUAN
Sistem imun yang mempertahankan keutuhan tubuh terdiri atas sistim imun nonspesifik (natural/innate) dan spesifik (adap-tive/acquired) (Gambar 1). Sistem imun nonspesifik sudah ada dan berfungsi sejak lahir, sedang yang spesifik baru berkembang sesudah itu. Sel sistem imun non spesifik bereaksi tanpa memandang apakah agen pencetus pernah atau belum pernah dijumpai. Reaksinya pun tidak perlu diaktivasi terlebih dahulu seperti pada sistem imun spesifik. Lebih jauh lagi respon imun non spesifik merupakan lini pertama pertahanan terhadap berbagai faktor yang mengancam. Sel-sel yang berperan dalam sistem imun nonspesifik adalah sel fagosit, sel nol, dan sel mediator.
Sel yang berfungsi menelan dan mencerna partikel atau substansi cairan disebut sel fagositik. Fagosit (phagocyte) adalah penggolongan dari sel darah putih yang berperan dalam  sistem kekebalan dengan cara fagositosis/menelan patogen. Fagosit berarti “sel” yang dapat memakan atau menelan material padat. Untuk menelan partikel atau patogen, fagosit memperluas bagian membran plasma kemudian membungkus membran di sekeliling partikel hingga terbungkus. Sekali berada di dalam sel, patogen yang menginvasi disimpan di dalam endosom yang lalu bersatu dengan lisosom. Lisosom mengandung enzim dan asam yang membunuh dan mencerna partikel atau organisme. Fagosit umumnya berkeliling dalam tubuh untuk mencari patogen, namun mereka juga bereaksi terhadap sinyal molekular terspesialisasi yang diproduksi oleh sel lain, disebut sitokina.
Fagosit pertama kali ditemukan pada tahun 1882 oleh Ilya Ilyich Mechnikov ketika ia mempelajari larva bintang laut. Ia memperoleh penghargaan Nobel di bidang Fisiologi dan Medis pada tahun 1908 oleh karena temuannya.
Peran fagosit sangat vital untuk melawan infeksi, partikel asing yang mungkin masuk ke dalam tubuh, bakteri dan sel yang mati atau apoptosis. Ketika sel dari organisme tersebut mati, melalui proses apoptosis ataupun oleh kerusakan akibat infeksi virus atau bakteri, sel fagosit berperan dengan memindahkan mereka dari lokasi kejadian. Dengan membantu memindahkan sel mati dan mendorong terbentuknya sel baru yang sehat, fagositosis adalah bagian penting dari proses penyembuhan jaringan yang terluka. Fagositosis sel dari organisme inang umumnya merupakan bagian dari pembentukan dan perawatan jaringan biasa.
Sel fagosit yang terdiri alas sel mononuklear (monosit dan makrofag) dan sel polimorfonuklear (granulosit yang terdiri atas neutrofil, eosinofil dan basofil) dibentuk dalam sumsum tulang.

B.     SEL POLIMORFONUKLEAR (PMN)
Sel-sel polimorfonuklear ( PMN ) berasal dari sel induk mieloid, dan merupakan 60%-70% dari jumlah leukosit dalam sirkulasi darah, walaupun sel-sel itu dapat juga dijumpai ekstravaskuler. Sel PMN mempunyai inti yang terbagi atas beberapa lobul, dan dalam sitoplasma terdapat 3 macam granula yaitu granula primer, sekunder, dan tertier. Granula primer merupakan granula azurofilik yang mengandung mieloperoksidase, lisozim dan sejumlah protein bermuatan positif ( kationic ). Granula sekunder mengandung laktoferin, lisozim dan protein pengikay B-12, sedangkan granula tersier mengandung lisozom dan hidrolase asam. Granula ini penting sekali dalam proses pembunuhan bakteri dan reaksi imunologik yang lain. Bersama-sama dengan makrofag, PMN merupakan garis pertahanan terdepan dan melindungi tubuh dengan menyingkirkan mikroorganisme yang masuk. Sel sel ini sering disebut sel-sel inflamasi karena ia berperan penting pada proses inflamasi. Sel PMN dapat melekat dan menembus sel endotel yang melapisi pembuluh darah. Termasuk dalam golongan PMN adalah neutrofil,eosinofil dan basofil.

1.      Neutrofil
Hampir 90% dari granulosit dalam sirkulasi terdiri atas neutrofil. Masa hidupnya dalam aliran darah adalah sekitar 4-8 jam .tetapi dalam jaringan sel itu dapat hidup lebih lama. Neutrofil bereaksi cepat terhadap rangsangan, dapat bergerak menuju daerah inflamasi karena dirangsang oleh faktor kemotaktikyang antara lain di lepaskan oleh komplemen atau limfosit teraktivasi. Seperti halnya makrofag, fungsi neutrofil yang utama adalah memberikan respons imun nonspesifik dengan melakukan fagositosis serta membunuh atau menyingkirkan mikroorganisme yang masuk. Fungsi ini didukung dan ditingkatkan oleh komplemen atau antibodi, dan intuk mengikat komplemen dan antibodi neutrofil mempunyai reseptor untuk Fc-IgG maupun reseptor untuk C3b dan C3d. Neutrofil mempunyai granula yang berisi enzim-enzim perusak dan berbagai protein yang selain dapat merusak mikroorganisme juga dapat menyulut reaksi inflamasi bila dilepaskan.

2.      Eosinofil
Dalam darah perifer orang normal terdapat eosinofil dala jumlah 2-5% dari jumlah leukosit. Sel ini dapat dibedakan dari s.el lain karena mempunyai granula berwarna .merah jingga yang berisi protein basa dan enzim perusak. Eosonofil terutama efektif dalam menyingkirkan antigen yang merangsang pembentukan IgE. Sel ini mempunyai reseptor  untuk IgE dan dapat melekat erat pada partikel yang dilapisi IgE. Eosinofil juga terdapat jumlah banyak pada tempat-tempat reaksi alergik, dalam konteks ini eosinofil turut betranggung jawab atas kerusakan jaringan inflamasi. Pertumbuhan dan diferensiasi eosinofil dirangsang oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T, yaitu IL-5, dan aktivasi sel T menyebabkan akumulasi eosinifil di tempat-tempat infestasi parasit dan reaksi alergi.
Eosinofil bergerak ke arah sel sasaran karena rangsangan mediator yang diproduksi oleh Sel T, mastosit dan basofil yang disebut eosinophil chemotactic factor of anaphylaxis (ECF-A). Sebagian eosinofil mempunyai reseptor untuk Fc dan C3b yang memungkinkan sel tersebut melekat pada sel sasaran, misalnya parasit atau cacing, yang dilapisi antibodi atau komplemen. Aktivasi eosinofil melalui reseptor-resptor ini menghasilkan respiratory burst dan penglepasan major basic protein (MBP) serta protein bermuatan positif yang dapat merusak membran sel sasaran berukuran besar yang tidak dapat dihancurkan dengan cara fagositosis. Di lain pihak, kalu mendapa rangsangan yang sessuai eousinofil menjadi aktif melepaskan berbagai enzim yang dapat mengancurkan berbagai mediator yang dilepaskan oleh basofil dam mastosit, antara lain histaminnase yang dapat merusak histamin, dan aryl sulphatase yang dapat menghancurkan leukotrien LTC 4, LTD 4, serta LTE 4 ( Leukotrien dahulu dikenal dengan nama slow reacting substance of anaphylaxis = SRS-A). Karena itu eousinofil, selain merusak sel sasaran, juga diduga berfungsi mengendalikan atau mengurangi reaksi hipersensitivitas.

3.      Basofi dan mastosit
Jumlah basofil dalam sirkulasi hanya sedikit, yaitu 0.2% dari jumlah leukosit. Sel ini di tandai dengan inti dengan 2 lobus dan mempunyai granula intrasitoplasmik berwarna ungu yang berisi heparin, SRS-A dan ECF-A. Dibandingkan dengan basofil, mastosit yang umumnya terdapat dalam jaringan dan epitel mukosa, mempunyai inti berlobus tunggal dan granula basifil yang berjumlha lebih banyak dan berukurab lebih kecil. Kedua jenis sel mempunyai fungsi yang sama walaupun diduga berasal dari cikal bakal yang berbeda. Kedua jenis sel ini meiliki reseptor untuk fragmen Fc IgG IgE, tetapi disamping itu mastosit juga mempunyai reseptor untuk C3b. Atas rangsangan alergen yang bereaksi dengan IgE yang melekat pada sel melalui reseptor untuk Fc, sel-sel itu dapat melepaskan berbagai mediator dan mengakibatkan reaksi anafilaktik.



C.     INTERAKSI ANTI MIKROBA DAN FAGOSIT
Antimikroba memiliki sifat imunomodulator terutama terhadap neutrofil dan monosit/makrofag. Sifat imunomodulator tersebut kadang-kadang lebih dominan dari efek bakteriostatik dan bakterisidal dari antimikroba tersebut. Fungsi dari sistem fagosit yang dapat dipengaruhi adalah chemotaxis, dan kemampuan untuk membunuh kuman melalui pembentukan superoksida. Antimikroba tertentu dapat meningkatkan kemampuan fagosit baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Keefektifan suatu antimikroba dalam pengobatan penyakit infeksi tergantung dari interaksi antara bakteri, obat antimikroba dan sistem fagosit dalam tubuh. Beberapa antimikroba dilaporkan dapat menimbulkan modifikasi terhadap sistem imunitas tubuh baik secara in vitro maupun secara in vivo. Obat antimikroba akan mempengaruhi interaksi antara neutrofil dengan mikroba melalui berbagai cara, dan begitu juga sebaliknya neutrofil dapat mengganggu aktivitas antimikroba dalam tubuh.
Kebanyakan antimikroba golongan -laktam dan quinolone memiliki efek sinergis dengan sistem fagosit dalam menghancurkan kuman di dalam sel neutrofil, oleh karenanya obat tersebut disebut obat yang bersifat imunostimulator. Sebaliknya beberapa antimikroba seperti cyclins, chloramphenicol, sulfonamid dan trimethoprim dapat menekan fungsi  imunitas tubuh. Beberapa antimikroba memiliki efek yang meragukan terhadap sistem imunitas meningkatkan kemampuan fagosit dari neutrofil. Antimikroba akan berpengaruh terhadap interaksi antara neutrofil dan monosit/makrofag dengan mikroba/kuman. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, nampaknya sebelum memutuskan untuk memberikan antimikroba untuk menangani penyakit infeksi terutama pada pasien yang sudah mengalami gangguan pada sistem imun, perlu diketahui golongan antimikroba mana yang dapat meningkatkan dan yang dapat menurunkan kemampuan fagosit dari neutrofil, sehingga efek terapi yang diharapkan menjadi lebih baik.Dalam tulisan berikut akan diuraikan berbagai aspek dari interaksi antara antimikroba dengan netrofil dan monosit/makrofag.Mekanisme dari Neutrofil dan Monosit/Makrofag Memfagosit serta Menghancurkan Kuman-Kuman/Benda Asing Neutrofil disebut juga leukosit Polymorphonuclear (PMN) merupakan 50-60% dari komponen leukosit yang berada  dalam darah tepi. Neutrofil merupakan salah satu komponen dari sistem imun tubuh non spesifik yang terdepan dalam mencegah infeksi oleh berbagai mikroba seperti: bakteri, jamur, protozoa, virus dan sel-sel yang terinfeksi oleh virus. Sedangkan monosit/makrofag merupakan sistem fagosit yang lain dalam tubuh.
Monosit merupakan bentuk permulaan dari makrofag yang beredar dalam sirkulasi yang jumlahnya kira-kira 10% dari seluruh leukosit. Setelah sampai pada jaringan, monosit akan berdiferensiasi menjadi makrofag yang dapat dibagi menjadi dua yaitu makrofag dan inflammatory macrophage. Makrofag berada dalam berbagai jaringan tubuh dengan nama yang berbeda-beda yaitu: histiocyte (pada jaringan), Kupffer’s cell (pada hati), Alveolar macrophage (pada paru), Langerhans cell (pada kulit) dan makrofag bebas pada limpa, peritoneum, pleura dan kelenjar limfe.
Meskipun antimikroba dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dalam tubuh, namun antimikroba juga berpengaruh terhadap sistem fagosit baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengaruh tersebut ada yang menguntungkan dan ada juga yang merugikan terutama untuk penderita yang telah mengalami gangguan fungsi imunitas. Kebanyakan antimikroba golongan quinolone dan b-laktam ternyata dapat meningkatkan fungsi fagosit. Antimikroba golongan cyclins, chloramphenicol,trimethoprim, sulfamethoxazole, gyrase inhibitor dan rifampicin dapat menurunkan fungsi fagosit. Antimikroba aminoglycoside, fusidic acid dan lincosamide efeknya terhadap sistem fagosit masih meragukan atau kontroversial. Sedangkan macrolide efeknya berbeda-beda tergantung jenis macrolide.

DAFTAR PUSTAKA
Kresno, Siti Boedina.2003.Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta.
Gould, Dinah, dkk.2003.Mikrobiologi Terapan Untuk Perawat.EGC: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar